Solusi Pembelajaran Tatap Muka, Bergantung Komitmen Daerah-Orang Tua

 

Oleh HENDARMAN *)

ISU tumbuh kembang siswa dan psikososial, menjadi salah satu pertimbangan dalam penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Keputusan bersama empat menteri yang diumumkan pada 7 Agustus 2020 memungkinkan pembukaan sekolah-sekolah di daerah zona kuning di samping zona hijau yang sudah terlebih dahulu.

Apakah penyesuaian kebijakan ini sebenarnya untuk memberikan sebesar-besarnya kewenangan dan komitmen kepada pemerintah dan orang tua? Ataukah kebijakan ini ingin melepaskan tanggung jawab keempat kementerian?

Mengakomodasi Tuntutan

Penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi ini tampaknya sebagai bentuk akomodatif dan kompromi terhadap berbagai keluhan yang muncul di masyarakat. Adanya penyesuaian kebijakan ini diperkirakan dapat mengurangi kendala yang khususnya dihadapi para orang tua.

Dengan diperbolehkannya membuka pembelajaran tatap muka di zona kuning, terdapat semacam relaksasi bagi orang tua. Mereka bisa segera melepaskan tanggung jawab melakukan pembimbingan bagi anak-anaknya. Juga, peran menggantikan guru selama belajar dari rumah dapat diserahkan kembali kepada sekolah.

Penyesuaian kebijakan ini tampaknya juga disasar bagi siswa. Setidaknya siswa dapat terbantu agar lebih konsentrasi belajar, terkurangi beban berat penugasan soal dari guru, serta mengurangi rasa stres dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan. Anak tidak akan lagi mengalami rasa cemas dan depresi.

Penyesuaian kebijakan itu sekaligus bisa dijadikan sebagai bagian dari solusi terhadap hasil penelitian yang dilakukan. Misal, survei yang sudah dilakukan kantor Unicef di Jakarta. Survei ini berfokus pada bagaimana siswa belajar dari rumah selama pandemi Covid-19. Survei tersebut dilakukan dalam dua periode, yaitu antara 18−29 Mei 2020 dan antara 5−8 Juni 2020.

Survei dilakukan melalui kanal U-Report, meliputi SMS, WhatsApp, dan Facebook Messenger. Survei tersebut menerima lebih dari 4.000 tanggapan siswa di 34 provinsi.

Siswa ditanya bagaimana menjalani kegiatan belajar jarak jauh selama pandemi dan pertanyaan bagaimana perasaannya apabila sekolah dibuka kembali. Hasilnya, mayoritas (87 persen) mengatakan ingin segera kembali ke sekolah. Sekitar dua pertiga (66 persen) siswa mengatakan merasa tidak nyaman belajar di rumah.

Mitigasi

Keluhan-keluhan yang ada selama masa pandemi, baik dari orang tua maupun siswa, ditengarai karena masih minimnya komunikasi dan sinergi antara berbagai komponen ekosistem pendidikan. Apakah dengan pelonggaran pembelajaran tatap muka pada zona kuning akan serta-merta mendapatkan kepastian bahwa orang tua mau bertanggung jawab terhadap berbagai risiko yang mungkin terjadi apabila protokol kesehatan tidak dipatuhi, baik di sekolah maupun di rumah.

Charles Darwin (1809−1882), dokter dan ahli biologi dari Inggris, menggariskan pentingnya kemampuan adaptasi orang tua. Dikatakan ”Bukanlah spesies yang paling kuat atau paling cerdas yang mampu survive, tapi mereka yang paling mampu beradaptasi terhadap perubahan (Asli: It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is the one that is most adaptable to change).”

Pembukaan pembelajaran tatap muka di daerah zona kuning harus meminta pelibatan dan tanggung jawab orang tua. Menghadapi kesulitan yang mungkin dihadapi orang tua, kiranya dapat mencontoh apa yang dilakukan Abu Dhabi Department of Education and Knowledge (ADEK). Mereka menerbitkan suatu panduan pendampingan anak-anak dalam pembelajaran jarak jauh di masa pandemi (sumber: ADEK’s Parent Guide for Distance Learning: Guidelines for Parents to Support Their Children During Distance Learning, March 2020).

Ada satu kutipan menarik dalam buku panduan itu, ”During the distance-learning period, you can provide structure, support and guidance at home, which will have a significant positive impact on the performance of your child. Therefore we encourage you take an active interest in their online learning and provide the right learning environment at home.” Dalam terjemahan sederhana, disarankan agar orang tua menyiapkan struktur, dukungan, dan bimbingan yang akan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja anak. Dianjurkan agar orang tua aktif tahu tentang pembelajaran online yang tepat diterapkan di rumah. Panduan tersebut dapat diakses melalui https://www.adek.gov.ae/…/TAMM/ADEK/H…/ADEK-PARENT-GUIDE.pdf

Panduan yang sederhana dan praktis seperti itu, tampaknya, harus segera disiapkan oleh pihak yang berkewenangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Panduan ini akan lebih efektif ketimbang peraturan atau petunjuk teknis panjang berbelit-belit, yang jarang atau bahkan tidak pernah dibaca sama sekali. Keberadaan panduan ini akan mampu mengubah paradigma dan keyakinan orang tua.

Menunggu Komitmen

Kepatuhan terhadap protokol kesehatan menjadi tantangan besar tidak hanya bagi pihak sekolah, tetapi terlebih lagi bagi orang tua. Dipenuhinya ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan serta akses fasilitas layanan kesehatan (puskesmas, klinik, rumah sakit, dan lainnya) menjadi mutlak bagi pihak sekolah. Juga, sekolah harus membuat kesepakatan bersama komite satuan pendidikan terkait kesiapan melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.

Kepatuhan terhadap protokol kesehatan harus mendapatkan perhatian serius karena keputusan bersama yang baru membolehkan pembukaan sekolah secara berbarengan. Berbarengan yaitu antara siswa-siswa SMP dan SMA atau yang sederajat dengan mereka yang masih di sekolah dasar atau sederajat. Sebelum ada penyesusian, diawali dengan siswa pada SMP dan SMA atau yang sederajat, baru diikuti siswa-siswa SD dua bulan setelahnya.

Harus dipahami bahwa keputusan bersama penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ini sesungguhnya bukan bersifat wajib. Pemerintah daerah dengan zonasi hijau atau kuning dapat saja tidak memberlakukan tatap muka apabila belum merasa yakin tentang kesehatan dan keselamatan yang menjadi prinsip pertama ketika keputusan bersama empat menteri ditetapkan kali pertama. Hal ini sudah ditunjukkan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang tetap menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) meskipun sudah berstatus zona hijau. Hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah provinsi melalui gubernur.

Apakah orang tua sudah siap memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk menanggung kemungkinan anak-anaknya menjadi terpapar? Apakah pemerintah daerah memiliki ketegasan untuk mengambil tindakan terhadap sekolah-sekolah dan orang tua siswa yang lalai mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan? (*)


*) Hendarman, Kepala Pusat Penguatan Karakter, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Cinta Buat Drs. KH. Pua Monto Umbu Nay

QURAN YANG DILUPAKAN

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DUNIA PENDIDIKAN